Konsep Geografi
Dalam dunia
pendidikan konsep dibedakan menjadi konsep dasar dan konsep esensial. Konsep
dasar merupakan penting yang menggambarkan sosok suatu ilmu. Konsep dasar
sering pula disebut konsep utama yang menggambarkan esensi atau hakekat ilmu.
Sedangkan konsep esensial merupakan konsep-konsep penting yang perlu diketahui
dan dikuasai peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan di
setiap jenjang pendidikan.
1. Konsep Dasar Geografi
Daldjoeni menyebutkan konsep dasar geografi
dengan istilah konsep-konsep asasi, yang terdiri dari:
a.
Penghargaan
budayawi terhadap bumi.
Lingkungan alam sebenarnya merupakan kombinasi antara unsur alam
yang menuntut penyesuaian dari manusia. Buktinya manusia yang berlainan periode
waktu hidupnya, berbeda-beda pula dalam menafsirkan lingkungannya. Kemajuan
IPTEK telah mengubah pandangan manusia terhadap alam sebagai sumber daya.
Pemanfaatan sumberdaya oleh manusia tergantung pada tingkat IPTEK manusianya.
b.
Konsep
regional
Suatu region dipandang sebagai suatu wilayah yang memiliki
homogenitas tertentu baik yang bersifat permanent maupun sementara sehingga
dapat dibedakan dengan daerah lain yang berbatasan. Homoginitas tersebut misal
dalam hal bentuk lahannya, corak kehidupan manusianya dan sebagainya.
c.
Konsep
pertalian wilayah
Interelasi antar unsur alam di suatu wilayah menghasilkan suatu
kenampakan yang memberi ciri khusus wilayah yang bersangkutan.
d.
Interaksi
keruangan
Wilayah sebagai suatu ruang terbentuk oleh unsure alam dan manusia
sebagai penghuninya. Masing-masing wilayah mengalami potensi dan perkembangan
yang berbeda-beda. Perbedaan kewilayahan akan mendorong proses interaksi yang
dapat berupa pertukaran barang, jasa, budaya manusia. Hal ini akan mendorong
terjadinya kerjasama antar wilayah.
e.
Lokalisasi
Lokalisasi berarti pemusatan kegiatan pada wilayah yang terbatas.
Pemusatan ini dapat meningkatkan fungsi suatu wilayah. Contoh: Kota Yogyakarta
yang berfungsi sebagai kota budaya, sekaligus kota pelajar atau kota
pendidikan.
f.
Skala luas,
skala sempit, arti skala
Studi geografi dapat bersifat mikroskopis (meliputi wilayah yang
sempit), dapat pula bersifat makroskopis (mencakup wilayah yang luas). Skala
wilayah mencerminkan cakupan luas wilayah studi yang dapat dibagi menjadi 3,
yakni skala mikro, mezzo, dan makro.
g.
Konsep
perubahan
Kajian geografis di suatu tempat atau wilayah berlaku untuk
periode waktu tertentu. Kondisi yang ada pada suatu periode tertentu merupakan
hasil dari proses yang berjalan lama melalui berbagai perubahan. Geografi
selalu memperhatikan berbagai perubahan yang terjadi sejalan dengan berjalannya
waktu.
2. Konsep-konsep esensial
dalam Geografi
Untuk
kepentingan pengajaran geografi di sekolah, SEMLOK ahli geografi yang
diselenggarakan di Semarang pada tahun 1989 dan 1990, mengusulkan konsep-konsep
yang perlu diajarkan pada para siswa, dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Lanjutan Atas sebagai berikut:
a.
Konsep Lokasi
Konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak awal
perkembangan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu geografi. Lokasi
dipelajari arti dan pemakaiannya sejak di tingkat Sekolah Dasar sampai dengan
tingkat Perguruan Tinggi, sehingga muncul teori-teori lokasi. Pembicaraan unsur
letak sangat penting dalam geografi, terutama berkaitan dengan telaah regional
atau kajian wilayah. Secra garis besar letak dapat dibedakan menjadi:
1)
Letak
Fisiografis, meliputi:
a)
Letak
astronomi
b)
Letak
klimatologis
c)
Letak
maritime
d)
Letak
continental
e)
Letak geologis
2)
Letak
Sosiogeografis, meliputi:
a)
Letak sosial
b)
Letak
ekonomis
c)
Letak
politis
d)
Letak
kultural
b.
Konsep Jarak
Jarak mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial, ekonomi juga
kepentingan pertahanan. Jarak dapat merupakan faktor pembatas yang bersifat
alami, walaupun jarak dapat juga bersifat relatif, sejalan dengan kemajuan
kehidupan dan teknologi. Jarak meliputi dua hal yaitu jarak absolut dan jarak
relatif. Jarak absolut adalah jarak dua tempat yang diukur berdasarkan garis
lurus di udara, yang mudah diukur pada peta dengan memperhatikan skala peta.
Jarak dapat pula dinyatakan pada jarak tempuh, baik yang berkaitan dengan waktu
perjalanan yang diperlukan maupun satuan biaya angkutan, inilah yang disebut
jarak relatif.
c.
Konsep Keterjangkauan
(accessibility)
Keterjangkauan terkait dengan kondisi medan atau ada tidaknya
sarana angkutan atau komunikasi yang dapat dipakai. Berdasarkan atas faktor
penentu apakah suatu tempat mudah dijangkau atau tidak, aksesibilitas
digolongkan menjadi dua, yakni aksesibilitas fisik dan aksesibiltas nonfisik.
d.
Konsep pola.
Pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran fenomena di
permukaan bumi, baik fenomena alam maupun fenomena sosial budaya. Geografi
mempelajari pola dan bentuk persebaran fenomena, memahami artinya serta
berusaha untuk memanfaatkannya. Apabila memungkinkan juga mengintervensi atau
memodifikasi pola yang ada untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar, contoh:
orang berladang dan menggembala ternak di daerah yang hutannya kurang dan
bersawah di daerah datar dan cukup air.
e.
Konsep morfologi.
Morfologi menggambarkan perwujudan daratan di muka bumi, yang
merupakan hasil proses pengangkatan atau penurunan wilayah melalui proses
geologi, yang lazimnya disertai dengan erosi dan sedimentasi. Oleh karena itu
lalu terbentuk pulau-pulau, dataran yang luas, pegunungan , lembah dan dataran
aluvialnya. Morfologi juga menyangkut dengan bentuk lahan yang terkait dengan
erosi, pengendapan, penggunaan lahan, ketebalan tanah, ketersediaan air, serta
jenis vegetasi yang dominan. Bentuk dataran atau plato dengan kemiringan tidak
begitu curam, merupakan wilayah yang mudah untuk digunakan sebagai daerah
pemukiman dan usaha perekonomiannya. Bila diperhatikan peta penyebaran penduduk
di Asia, ternyata daerah yang paling padat penduduknya adalah di lembah sungai
besar dengan tanah yang subur. Di daerah pegunungan tinggi atau lereng terjal
dan mempunyai keterjangkauan terbatas, umumnya merupakan daerah yang jarang
penduduknya atau bahkan tidak dihuni.
f.
Konsep aglomerasi.
Aglomerasi merupakan kecenderungan persebaran yang bersifat
mengelompok pada suatu wilayah yang sempit, yang paling menguntungkan baik
mengenai keseragaman gejala maupun adanya faktor-faktor umum yang
menguntungkan. Pada masyarakat perkotaan, mereka cenderung tinggal mengelompok
pada tingkat yang sejenis (homogen), sehingga timbul pengelompokan pemukiman
seperti daerah elite, daerah pemukiman pedagang, daerah kumuh (slums) dan
sebagainya. Sedang di daerah perdesaan yang masyarakatnya masih bersifat agraris,
mereka cenderung tinggal mengelompok di daerah dengan tanah subur, datar, mudah
memperoleh air. Mereka membentuk perdesaan, makin subur tanah, makin luas
daratan, semakin besar pula jumlah penduduknya sehingga desa semakin besar,
demikian pula sebaliknya. Pola aglomerasi penduduk dibedakan menjadi 3 yaitu
pola mengelompok, pola tersebar secara acak (random),
dan pola tersebar teratur.
g. Konsep nilai kegunaan.
Nilai kegunaan suatu fenomena atau berbagai sumber yang ada
tersedia di permukaan bumi bersifat relatif, tidak sama bagi semua orang.
Daerah berpantai landai dengan perairan yang jernih, belum tentu memiliki nilai
kegunaan yang berarti bagi penduduk setempat, bila kehidupan mereka
berorientasi pada pemanfaatan sumber-sumber di daratan secara bersahaja. Sebaliknya
bagi orang kota yang hidup berkecukupan, setiap hari selalu sibuk, tinggal di
daerah yang sangat padat, maka daerah pantai yang seperti itu memiliki nilai
kegunaan yang tinggi sebagai daerah rekreasi. Demikian pula daerah dataran
banjir (alluvial plain), yang bagi
sementara orang dipandang sebagai daerah rawan dan dianggap kurang bermanfaat.
Tetapi bagi masyarakat yang sudah turun temurun bertempat tinggal di daerah
seperti itu, merupakan daerah yang menyenangkan untuk tempat tinggal, walaupun
harus disertai dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi
kerawanan banjir dan pemanfaatan daerah setempat.
h.
Konsep interaksi.
Proses interaksi terjadi karena adanya perbedaan kewilayahan.
Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya, objek atau tempat
satu sama lain. Setiap wilayah memiliki atau mengembangkan potensi sumber dan
kebutuhan yang tidak selalu sama dengan apa yang ada di wilayah lain. Oleh
karena itu selalu terjadi interaksi atau bahkan interdependensi antara satu
tempat atau wilayah dengan tempat atau wilayah lain. Misalnya: daerah perdesaan
menghasilkan pangan dan produk-produk lain yang dibutuhkan penduduk perkotaan.
Sebaliknya perkotaan menghasilkan berbagai barang industri, jasa dan informasi
yang dibutuhkan penduduk perdesaan.
i.
Konsep diferensiasi areal
(perbedaan keruangan).
Setiap tempat atau wilayah mempunyai ciri dan sifat yang
berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena setiap tempat
merupakan hasil integrasi berbagai unsur lingkungan yang berbeda kondisinya.
Integrasi berbagai unsur tersebut menyebabkan suatu wilayah mempunyai
karakteristik tersendiri sebagai suatu region yang berbeda dengan region
lainnya. Unsur lingkungan dapat bersifat dinamis, oleh karena itu integrasinya
juga menghasilkan karakteristik yang berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya
daerah perdesaan dengan corak kehidupan agrarisnya yang berbeda dengan keadaan
di perkotaan. Bahkan kondisi desa satu dengan desa lainnya, kota satu dengan
kota yang lain juga dapat menunjukkan adanya perbedaan. Karena unsur-unsur
pembentuknya juga berbeda.
j.
Konsep Interdepedensi (Keterkaitan keruangan)
Keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan merupakan derajat
keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan fenomena lain di satu tempat.
Contoh: keterkaitan antara kemiringan lereng dengan ketebalan tanah. Makin
terjal lereng tentunya akan disertai dengan semakin tipisnya tanah. Di lereng
yang terjal erosi terjadi secara intensif. Zona lereng tertentu dengan
ketebalan tanah tertentu mewujudkan suatu region tersendiri walaupun dalam
skala mikro.