Cari Blog Ini

Kamis, 14 Mei 2015

Konsep Dasar dan Konsep Esensial Geografi (Materi SMA Kelas X KD I)


Konsep Geografi

Dalam dunia pendidikan konsep dibedakan menjadi konsep dasar dan konsep esensial. Konsep dasar merupakan penting yang menggambarkan sosok suatu ilmu. Konsep dasar sering pula disebut konsep utama yang menggambarkan esensi atau hakekat ilmu. Sedangkan konsep esensial merupakan konsep-konsep penting yang perlu diketahui dan dikuasai peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan di setiap jenjang pendidikan.

1. Konsep Dasar Geografi
Daldjoeni menyebutkan konsep dasar geografi dengan istilah konsep-konsep asasi, yang terdiri dari:

a.     Penghargaan budayawi terhadap bumi.
Lingkungan alam sebenarnya merupakan kombinasi antara unsur alam yang menuntut penyesuaian dari manusia. Buktinya manusia yang berlainan periode waktu hidupnya, berbeda-beda pula dalam menafsirkan lingkungannya. Kemajuan IPTEK telah mengubah pandangan manusia terhadap alam sebagai sumber daya. Pemanfaatan sumberdaya oleh manusia tergantung pada tingkat IPTEK manusianya.

b.    Konsep regional
Suatu region dipandang sebagai suatu wilayah yang memiliki homogenitas tertentu baik yang bersifat permanent maupun sementara sehingga dapat dibedakan dengan daerah lain yang berbatasan. Homoginitas tersebut misal dalam hal bentuk lahannya, corak kehidupan manusianya dan sebagainya.

c.     Konsep pertalian wilayah
Interelasi antar unsur alam di suatu wilayah menghasilkan suatu kenampakan yang memberi ciri khusus wilayah yang bersangkutan.

d.      Interaksi keruangan
Wilayah sebagai suatu ruang terbentuk oleh unsure alam dan manusia sebagai penghuninya. Masing-masing wilayah mengalami potensi dan perkembangan yang berbeda-beda. Perbedaan kewilayahan akan mendorong proses interaksi yang dapat berupa pertukaran barang, jasa, budaya manusia. Hal ini akan mendorong terjadinya kerjasama antar wilayah.

e.       Lokalisasi
Lokalisasi berarti pemusatan kegiatan pada wilayah yang terbatas. Pemusatan ini dapat meningkatkan fungsi suatu wilayah. Contoh: Kota Yogyakarta yang berfungsi sebagai kota budaya, sekaligus kota pelajar atau kota pendidikan.

f.        Skala luas, skala sempit, arti skala
Studi geografi dapat bersifat mikroskopis (meliputi wilayah yang sempit), dapat pula bersifat makroskopis (mencakup wilayah yang luas). Skala wilayah mencerminkan cakupan luas wilayah studi yang dapat dibagi menjadi 3, yakni skala mikro, mezzo, dan makro.

g.       Konsep perubahan
Kajian geografis di suatu tempat atau wilayah berlaku untuk periode waktu tertentu. Kondisi yang ada pada suatu periode tertentu merupakan hasil dari proses yang berjalan lama melalui berbagai perubahan. Geografi selalu memperhatikan berbagai perubahan yang terjadi sejalan dengan berjalannya waktu.

2. Konsep-konsep esensial dalam Geografi
Untuk kepentingan pengajaran geografi di sekolah, SEMLOK ahli geografi yang diselenggarakan di Semarang pada tahun 1989 dan 1990, mengusulkan konsep-konsep yang perlu diajarkan pada para siswa, dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Atas sebagai berikut:

a.       Konsep Lokasi
Konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak awal perkembangan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu geografi. Lokasi dipelajari arti dan pemakaiannya sejak di tingkat Sekolah Dasar sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi, sehingga muncul teori-teori lokasi. Pembicaraan unsur letak sangat penting dalam geografi, terutama berkaitan dengan telaah regional atau kajian wilayah. Secra garis besar letak dapat dibedakan menjadi:
1)     Letak Fisiografis, meliputi:
      a)            Letak astronomi
      b)           Letak klimatologis
      c)            Letak maritime
      d)           Letak continental
      e)            Letak geologis
2)     Letak Sosiogeografis, meliputi:
      a)            Letak sosial
      b)           Letak ekonomis
      c)            Letak politis
      d)           Letak kultural

b.     Konsep Jarak
Jarak mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial, ekonomi juga kepentingan pertahanan. Jarak dapat merupakan faktor pembatas yang bersifat alami, walaupun jarak dapat juga bersifat relatif, sejalan dengan kemajuan kehidupan dan teknologi. Jarak meliputi dua hal yaitu jarak absolut dan jarak relatif. Jarak absolut adalah jarak dua tempat yang diukur berdasarkan garis lurus di udara, yang mudah diukur pada peta dengan memperhatikan skala peta. Jarak dapat pula dinyatakan pada jarak tempuh, baik yang berkaitan dengan waktu perjalanan yang diperlukan maupun satuan biaya angkutan, inilah yang disebut jarak relatif.

c.     Konsep Keterjangkauan (accessibility) 
Keterjangkauan terkait dengan kondisi medan atau ada tidaknya sarana angkutan atau komunikasi yang dapat dipakai. Berdasarkan atas faktor penentu apakah suatu tempat mudah dijangkau atau tidak, aksesibilitas digolongkan menjadi dua, yakni aksesibilitas fisik dan aksesibiltas nonfisik.

d.       Konsep pola.
Pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran fenomena di permukaan bumi, baik fenomena alam maupun fenomena sosial budaya. Geografi mempelajari pola dan bentuk persebaran fenomena, memahami artinya serta berusaha untuk memanfaatkannya. Apabila memungkinkan juga mengintervensi atau memodifikasi pola yang ada untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar, contoh: orang berladang dan menggembala ternak di daerah yang hutannya kurang dan bersawah di daerah datar dan cukup air.

e.       Konsep morfologi.
Morfologi menggambarkan perwujudan daratan di muka bumi, yang merupakan hasil proses pengangkatan atau penurunan wilayah melalui proses geologi, yang lazimnya disertai dengan erosi dan sedimentasi. Oleh karena itu lalu terbentuk pulau-pulau, dataran yang luas, pegunungan , lembah dan dataran aluvialnya. Morfologi juga menyangkut dengan bentuk lahan yang terkait dengan erosi, pengendapan, penggunaan lahan, ketebalan tanah, ketersediaan air, serta jenis vegetasi yang dominan. Bentuk dataran atau plato dengan kemiringan tidak begitu curam, merupakan wilayah yang mudah untuk digunakan sebagai daerah pemukiman dan usaha perekonomiannya. Bila diperhatikan peta penyebaran penduduk di Asia, ternyata daerah yang paling padat penduduknya adalah di lembah sungai besar dengan tanah yang subur. Di daerah pegunungan tinggi atau lereng terjal dan mempunyai keterjangkauan terbatas, umumnya merupakan daerah yang jarang penduduknya atau bahkan tidak dihuni.

f.        Konsep aglomerasi.
Aglomerasi merupakan kecenderungan persebaran yang bersifat mengelompok pada suatu wilayah yang sempit, yang paling menguntungkan baik mengenai keseragaman gejala maupun adanya faktor-faktor umum yang menguntungkan. Pada masyarakat perkotaan, mereka cenderung tinggal mengelompok pada tingkat yang sejenis (homogen), sehingga timbul pengelompokan pemukiman seperti daerah elite, daerah pemukiman pedagang, daerah kumuh (slums) dan sebagainya. Sedang di daerah perdesaan yang masyarakatnya masih bersifat agraris, mereka cenderung tinggal mengelompok di daerah dengan tanah subur, datar, mudah memperoleh air. Mereka membentuk perdesaan, makin subur tanah, makin luas daratan, semakin besar pula jumlah penduduknya sehingga desa semakin besar, demikian pula sebaliknya. Pola aglomerasi penduduk dibedakan menjadi 3 yaitu pola mengelompok, pola tersebar secara acak (random), dan pola tersebar teratur.

g. Konsep nilai kegunaan.
Nilai kegunaan suatu fenomena atau berbagai sumber yang ada tersedia di permukaan bumi bersifat relatif, tidak sama bagi semua orang. Daerah berpantai landai dengan perairan yang jernih, belum tentu memiliki nilai kegunaan yang berarti bagi penduduk setempat, bila kehidupan mereka berorientasi pada pemanfaatan sumber-sumber di daratan secara bersahaja. Sebaliknya bagi orang kota yang hidup berkecukupan, setiap hari selalu sibuk, tinggal di daerah yang sangat padat, maka daerah pantai yang seperti itu memiliki nilai kegunaan yang tinggi sebagai daerah rekreasi. Demikian pula daerah dataran banjir (alluvial plain), yang bagi sementara orang dipandang sebagai daerah rawan dan dianggap kurang bermanfaat. Tetapi bagi masyarakat yang sudah turun temurun bertempat tinggal di daerah seperti itu, merupakan daerah yang menyenangkan untuk tempat tinggal, walaupun harus disertai dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi kerawanan banjir dan pemanfaatan daerah setempat.

h.      Konsep interaksi.
Proses interaksi terjadi karena adanya perbedaan kewilayahan. Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya, objek atau tempat satu sama lain. Setiap wilayah memiliki atau mengembangkan potensi sumber dan kebutuhan yang tidak selalu sama dengan apa yang ada di wilayah lain. Oleh karena itu selalu terjadi interaksi atau bahkan interdependensi antara satu tempat atau wilayah dengan tempat atau wilayah lain. Misalnya: daerah perdesaan menghasilkan pangan dan produk-produk lain yang dibutuhkan penduduk perkotaan. Sebaliknya perkotaan menghasilkan berbagai barang industri, jasa dan informasi yang dibutuhkan penduduk perdesaan.

i.         Konsep diferensiasi areal (perbedaan keruangan).
Setiap tempat atau wilayah mempunyai ciri dan sifat yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena setiap tempat merupakan hasil integrasi berbagai unsur lingkungan yang berbeda kondisinya. Integrasi berbagai unsur tersebut menyebabkan suatu wilayah mempunyai karakteristik tersendiri sebagai suatu region yang berbeda dengan region lainnya. Unsur lingkungan dapat bersifat dinamis, oleh karena itu integrasinya juga menghasilkan karakteristik yang berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya daerah perdesaan dengan corak kehidupan agrarisnya yang berbeda dengan keadaan di perkotaan. Bahkan kondisi desa satu dengan desa lainnya, kota satu dengan kota yang lain juga dapat menunjukkan adanya perbedaan. Karena unsur-unsur pembentuknya juga berbeda.

j.         Konsep Interdepedensi (Keterkaitan keruangan)
Keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan merupakan derajat keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan fenomena lain di satu tempat. Contoh: keterkaitan antara kemiringan lereng dengan ketebalan tanah. Makin terjal lereng tentunya akan disertai dengan semakin tipisnya tanah. Di lereng yang terjal erosi terjadi secara intensif. Zona lereng tertentu dengan ketebalan tanah tertentu mewujudkan suatu region tersendiri walaupun dalam skala mikro.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar